“I don’t have any friends”

“I don’t have any friends”.

Maybe sometimes that thought just pops into your heads. It’s not that you literally  have 0 friend in this world, but you feel like you don’t have enough friends. And that thought, makes you feel lonely and unloved. And most probably unlikable.

I used to think like that too.

I used to compare myself to others. Or should i say, i compare my friends to theirs. Do i have more friends than her? Are my friends as fun as theirs? And as the saying goes, The grass is always greener on the other side of the fence.  We human will always think others have it better. We are never satisfied with our own situation. It doesn’t matter even if i have 1000 friends, i would probably still feel that way.

Moreover, in this technology era, people use social media to expose their “super happy” life. Everything always seem so perfect in insta stories. They show how much they are having fun. (Of course they wouldn’t expose their sadness and problems, right?)

And those things, used to ruin my mood. I got envy and overthinking, even though i know their life aren’t that perfect. I still think that my life is just.. not better than theirs.

.

.

But then, at one point of my life, i realized that i should stop focusing on what others have, and start to see what i have. And that, really changed my life. I just realized that i got so many people that loves me. Maybe i don’t have that much friends, but i have those people which you can call “TRUE FRIENDS.” Those best friends whom i know would never leave me, and still love me, even if i do something bad. People that makes me become a better person.

I stopped trying to fit into some groups of friends that i wanted to join. I stopped trying to please everyone so they can love me. Instead, i cherished what i already have more. I spent more time with them, loved them, listened to their stories.

And at that moment, i finally found what is called happiness. I felt so grateful, so blessed, and so loved.

You will, too, if you stop looking at others’ grass, and start to see how green your grass is.

And with that positive vibes, naturally you will become more approachable. People will get interested to becoming friends with you. You will get more friends, and among them, maybe you will find another true friends.


So if you ask me, ” what is the key to happiness?  ”

i would definitely answer, “being grateful of what you have.”

 

Untuk Bintang

Pernahkah kamu merasa seperti bintang, dan dia adalah buminya?

Kamu selalu bersinar, menerangi kegelapan yang memenuhi langitnya. Setiap malam dan gelap tiba, kamu selalu ada untuknya.

Ya, begitu pikirmu, sampai kamu melihat sekeliling. Dan kamu sadar, bahwa kamu hanya kesedar satu dari antara jutaan bintang lainnya yang berlomba-lomba memancarkan cahaya paling terang, untuk dirinya. Ah, ketidakhadiranmu pun, dia tak akan sadar. Ternyata selama ini, kamu tidak seberguna yang kamu kira.

Apalagi dengan mereka, lampu-lampu yang berusaha menghalangi dia untuk melihatmu. Mengapa seluruh dunia seakan tidak ingin aku untuk menjadi pendampingnya? pikirmu.

Oh, ya. Katanya juga, bintang yang kini kita lihat di langit, mungkin sudah mati milyaran tahun yang lalu. Mungkin sama halnya denganmu, yang akan ia sadari usahanya setelah semuanya telah terlambat.

Kamu pun berharap, seandainya kamu adalah mataharinya. Matahari yang selalu dibutuhkan oleh bumi.

.

.

Hey, tapi ada satu hal yang kamu lupakan:

Matahari pun adalah bintang, sama seperti dirimu.

Mungkin jika kamu berhenti sejenak dan melihat sekelilingmu, kamu akan menemukan “bumi”-mu, dengan dirimu, sebagai mataharinya.

 

 

Someone, somewhere, is made for you. And they will love you with all of their heart. You will find them, someday. 🙂

 

 

 

 

 

Di Bawah Langit Berbintang

11 Juli 2018.

Liburan kali ini, kami ber 6 — Aku, Korin, Nicho, Kesus, Yoellen, Jocelyne —   memutuskan untuk berkemah di Bumi Perkemahan Rancaupas, Ciwidey, Bandung. Sebenarnya kami semua tidak pernah berkumpul bersama, tapi kami memiliki satu kesamaan : Berjiwa petualang 🙂

Aku cukup bangga dengan kemandirian kita. Sewa tenda sendiri, nyetir ke sana sendiri, bangun tenda sendiri, masak sendiri.  Walaupun bangun tenda itu SUPER SUSAH. Hahaha. Kami membangunnya dari pukul 3.30 sore, sampai langit mulai gelap dan udara mulai dingin. Gagal berkali-kali, tapi itu yang bikin seru dan lupa waktu!

Ternyata, malam di Rancaupas super dingin. Saat jam 6, kami sudah mulai kedinginan dan makan semangkuk Indomie kuah yang hangat. Duh, emang indomie kuah itu paling enak di makan di udara dingin, ya! Kami juga memasak daging dan kentang yang telah dibumbukan mamanya Korin. Kami semua tahu, makanan mama korin itu enak banget! dan ternyata benar. dalam waktu kurang dari 1 jam, semua makanan telah ludes. Duh, jadi kangen makanan itu lagi. Hehehe.

Kami juga membuat api unggun sendiri menggunakan kayu bakar dan minyak. Duduk mengelilingi api unggun, kami pun mulai bernyanyi ria, dengan Korin yang memainkan gitarlele yang kubawa. Mulai dari lagu senang, lagu edm, lagu galau, lagu rohani, sampai lagu mandarin. Ternyata, bernyanyi adalah cara paling mudah untuk membuat kita lupa waktu. Tau-tau, udah jam 11 lagi. Udara sekarang sangat,sangat,sangat amat dingin. Saking dinginnya, keluar asap dari mulut saat kita berbicara. Kalau menurut google sih, suhunya 11 derajat (Padahal ini masih Bandung loh!)

Adegan favoritku adalah ketika api unggun sudah habis, dan kami memutuskan untuk berbaring, melihat langit. Di situ, aku terkagum. Langit yang biasanya kosong, hari ini penuh dengan bintang. Sampai-sampai bintang-bintang itu terlihat amat dekat.

Sangat. Indah.

Kami terdiam memandanginya, diiringi musik kecil dari handphoneku.

Ah, adegan ini yang selalu aku impikan sejak dulu. Berbaring di bawah jutaan bintang, dengan sahabat.

Di sana salah seorang sahabatku berkata, ” Cia, janji ya, nanti waktu aku ke Jakarta, kamu ga akan lupain aku.”

Di situ entah kenapa aku jadi ingin menangis. Aku mengangguk. “iya, janji.”

“Gw juga ya, Cia. Jangan lupain gw,” temanku yang satu lagi menambahkan.

Aku tersenyum. Kembali meng-iyakan.

” Gw yakin, kita ga akan pernah boleh lupain momen ini. Ini momen yang wajib diingat sampai tua nanti!”

Aku setuju. Hal seperti ini, tidak layak untuk dilupakan. Di situ aku berharap, teman-teman yang ada di sampingku hari itu, akan terus ada dihidupku sampai tua nanti.

.

.

Setelah melewati fase melankolis tersebut, kami pun duduk dan memanaskan air. Membuat Hot Chocolate dengan Chocolatos bubuk. Wah, rasanya ENAK SEKALI. Ini juga salah satu hal yang ingin kulakukan — minum coklat panas di tengah malam yang dingin.  Woohoo!

Malam itu, aku memang tidak bisa tidur hingga pagi karena tidak kuat dingin. Pulang dengan badan yang lelah, kantung mata hitam, kepala yang berat. Tapi, jauh dalam hati, aku sangat senang. Lebih tepatnya, bersyukur. Bersyukur bisa mencoba pengalaman baru, belajar hal baru, dan yang paling utama, bersyukur karena punya teman-teman yang tulus, di mana aku bisa tertawa lepas, menangis, dan menjadi diriku sendiri.

.

.

Tidak perlu mahal-mahal tidur di hotel berbintang 5 untuk bahagia.

Beralaskan rumput dan beratapkan langit pun, jika bersama teman-teman sejati,  maka kamu memiliki segalanya. 🙂