Di Bawah Langit Berbintang

11 Juli 2018.

Liburan kali ini, kami ber 6 — Aku, Korin, Nicho, Kesus, Yoellen, Jocelyne —   memutuskan untuk berkemah di Bumi Perkemahan Rancaupas, Ciwidey, Bandung. Sebenarnya kami semua tidak pernah berkumpul bersama, tapi kami memiliki satu kesamaan : Berjiwa petualang 🙂

Aku cukup bangga dengan kemandirian kita. Sewa tenda sendiri, nyetir ke sana sendiri, bangun tenda sendiri, masak sendiri.  Walaupun bangun tenda itu SUPER SUSAH. Hahaha. Kami membangunnya dari pukul 3.30 sore, sampai langit mulai gelap dan udara mulai dingin. Gagal berkali-kali, tapi itu yang bikin seru dan lupa waktu!

Ternyata, malam di Rancaupas super dingin. Saat jam 6, kami sudah mulai kedinginan dan makan semangkuk Indomie kuah yang hangat. Duh, emang indomie kuah itu paling enak di makan di udara dingin, ya! Kami juga memasak daging dan kentang yang telah dibumbukan mamanya Korin. Kami semua tahu, makanan mama korin itu enak banget! dan ternyata benar. dalam waktu kurang dari 1 jam, semua makanan telah ludes. Duh, jadi kangen makanan itu lagi. Hehehe.

Kami juga membuat api unggun sendiri menggunakan kayu bakar dan minyak. Duduk mengelilingi api unggun, kami pun mulai bernyanyi ria, dengan Korin yang memainkan gitarlele yang kubawa. Mulai dari lagu senang, lagu edm, lagu galau, lagu rohani, sampai lagu mandarin. Ternyata, bernyanyi adalah cara paling mudah untuk membuat kita lupa waktu. Tau-tau, udah jam 11 lagi. Udara sekarang sangat,sangat,sangat amat dingin. Saking dinginnya, keluar asap dari mulut saat kita berbicara. Kalau menurut google sih, suhunya 11 derajat (Padahal ini masih Bandung loh!)

Adegan favoritku adalah ketika api unggun sudah habis, dan kami memutuskan untuk berbaring, melihat langit. Di situ, aku terkagum. Langit yang biasanya kosong, hari ini penuh dengan bintang. Sampai-sampai bintang-bintang itu terlihat amat dekat.

Sangat. Indah.

Kami terdiam memandanginya, diiringi musik kecil dari handphoneku.

Ah, adegan ini yang selalu aku impikan sejak dulu. Berbaring di bawah jutaan bintang, dengan sahabat.

Di sana salah seorang sahabatku berkata, ” Cia, janji ya, nanti waktu aku ke Jakarta, kamu ga akan lupain aku.”

Di situ entah kenapa aku jadi ingin menangis. Aku mengangguk. “iya, janji.”

“Gw juga ya, Cia. Jangan lupain gw,” temanku yang satu lagi menambahkan.

Aku tersenyum. Kembali meng-iyakan.

” Gw yakin, kita ga akan pernah boleh lupain momen ini. Ini momen yang wajib diingat sampai tua nanti!”

Aku setuju. Hal seperti ini, tidak layak untuk dilupakan. Di situ aku berharap, teman-teman yang ada di sampingku hari itu, akan terus ada dihidupku sampai tua nanti.

.

.

Setelah melewati fase melankolis tersebut, kami pun duduk dan memanaskan air. Membuat Hot Chocolate dengan Chocolatos bubuk. Wah, rasanya ENAK SEKALI. Ini juga salah satu hal yang ingin kulakukan — minum coklat panas di tengah malam yang dingin.  Woohoo!

Malam itu, aku memang tidak bisa tidur hingga pagi karena tidak kuat dingin. Pulang dengan badan yang lelah, kantung mata hitam, kepala yang berat. Tapi, jauh dalam hati, aku sangat senang. Lebih tepatnya, bersyukur. Bersyukur bisa mencoba pengalaman baru, belajar hal baru, dan yang paling utama, bersyukur karena punya teman-teman yang tulus, di mana aku bisa tertawa lepas, menangis, dan menjadi diriku sendiri.

.

.

Tidak perlu mahal-mahal tidur di hotel berbintang 5 untuk bahagia.

Beralaskan rumput dan beratapkan langit pun, jika bersama teman-teman sejati,  maka kamu memiliki segalanya. 🙂